Merefleksi Dana Kampanye
Oleh: Hastin Atas Asih Sistem pemilihan langsung oleh rakyat memang sangat cocok untuk Negara Indonesia yang menganut sistem demokrasi. Namun tak dapat dipungkiri, konsekuensi dari sistem ini adalah dibutuhkannya biaya yang mahal untuk proses penyelenggaraan pemilihan umum. Dari sisi kebutuhan penyelenggaraan, jelas terlihat besarnya dana untuk membayar petugas, perlengkapan TPS, surat suara, sosialisasi dan publikasi hasil dari pemilu itu sendiri. Di sisi peserta pemilu, kontestan juga harus merogoh “kocek” yang cukup besar untuk berbagai kegiatan terutama kampanye. Kampanye politik dengan segala perangkat pendukungnya membuat membengkaknya biaya. Selain itu, mesin tim sukses yang digerakkan tentu membutuhkan amunisi yang tidak kalah mahalnya. Kampanye adalah kegiatan yang bertujuan untuk meyakinkan pemilih. Kegiatan ini penting dilakukan sebagai arena mengenali lebih jauh siapa-siapa yang pantas untuk dipilih. Semakin banyak pemilih yang dijangkau maka intensitas dan masif kampanye dilakukan, dan itu artinya rupiah yang harus dikeluarkan pun semakin banyak. Melalui tulisan ini Penulis akan mencoba menelisik dan merefleksi beberapa hal tentang dana kampanye dengan harapan dapat memberi masukan agar ke depan menjadi lebih baik lagi. Kebutuhan terhadap dana kampanye memang tak bisa dihindarkan oleh peserta pemilu. Bagi para kandidat sendiri, hal semacam ini sudah dipahami betul sehingga jauh-jauh hari, para peserta pemilu sudah getol mengumpulkan pundi-pundi uang yang akan digunakan untuk kampanye, baik itu dari pribadi (calon yang bersangkutan), partai politik (parpol)/ yang mengusul pasangan calon presiden dan wakil presiden maupun sumbangan pihak lain dengan cara menjalin komunikasi yang baik. Meski banyak sekali kebutuhan untuk kampanye dan begitu banyaknya sumber yang dapat dijadikan penyumbang dana kampanye, namun peserta pemilu tak boleh lupa akan regulasi. Yang perlu diingat oleh para calon adalah adanya aturan yang harus dipatuhi terkait dana kampanye. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tegas memberikan batasan terkait dana kampanye, mulai dari besaran sumbangan, sumber-sumber sumbangan, dan pelaporan dana kampanye itu sendiri. Sumbangan Untuk calon presiden dan wakil presiden, batasan sumbangan dana kampanye yang berasal dari pihak lain perseorangan maksimal adalah sebesar 2,5 miliar rupiah. Dana kampanye yang berasal dari kelompok, perusahaan atau badan usaha non pemerintah tidak boleh melebihi 25 miliar rupiah. Untuk dana kampanye calon anggota DPR dan DPRD yang berasal dari pihak lain perseorangan paling banyak 2,5 miliar rupiah. Sedangkan sumbangan dari pihak lain kelompok, perusahaan dan atau badan usaha non pemerintah tidak boleh lebih dari 25 miliar rupiah. Sementara itu untuk dana kampanye pemilu calon DPD yang berasal dari pihak perseorangan paling banyak 750 juta rupiah, dan sumbangan pihak lain kelompok, perusahaan/badan usaha non pemerintah maksimal sebesar 1,5 miliar rupiah. Pembatasan besaran sumbangan dana kampanye ini tepat kiranya karena diharapkan dapat tepilih pemimpin dan wakil rakyat yang berintegritas. Apa hubungannya batasan sumbangan dana kampanye dengan pemimpin berintegritas? Jika dana kampanye tidak ada pembatasan dikhawatirkan peserta pemilu akan “jor-joran” dalam mengeluarkan uang, sehingga ketika terpilih nanti mereka menjadi tidak fokus terhadap upaya memajukan kesejahateraan rakyat, namun justru pusing memikirkan bagaimana harus mengembalikan uang yang telah mereka keluarkan. Pembatasan dana kampanye ini juga diharapkan menjadikan kampanye lebih bersifat substansi, sehingga politik uang dapat diminimalisir. Penyumbang Selain batasan besaran sumbangan dana kampanye, di UU Nomor 7 Tahun 2017 juga disebutkan terkait larangan bagi peserta pemilu maupun tim kampanye untuk menerima dana kampanye yang berasal dari pihak asing, penyumbang yang tidak jelas identitasnya, hasil tindakan yang telah terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan/atau bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana. Selain itu, peserta pemilu dan tim kampanye juga dilarang menerima sumbangan dana kampanye dari pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah atau pemerintah desa dan badan usaha milik desa. Pengaturan ini cukup beralasan, karena jika sumbangan dana kampanye berasal dari pihak-pihak diatas maka dikhawatirkan akan mencinderai pelaksanaan kampanye bahkan pemilu itu sendiri. Misalkan saja dana tersebut berasal dari pihak asing. Dikhawatirkan jika terpilih, peserta pemilu nantinya akan beriorintasi terhadap kepentingan pihak asing tersebut. Jika ini terjadi tidak saja pemilunya yang kacau, namun akan berdampak terhadap keutuhan NKRI. Begitupula apabila sumbangan itu berasal dari pemerintah. Hal ini tentu akan mendapatkan penolakan keras dari masyarakat. Karena pemerintah adalah lembaga Negara yang haruslah independent. Menggunakan uang pemerintah sama saja dengan menggunakan uang rakyat. Jika itu terjadi artinya pemerintah menggunakan uang rakyat untuk kepentingan satu golongan. Pelaporan Pembatasan lain dalam UU 7 Tahun 2017 adalah berkaitan dengan pelaporan dana kampanye. Sejumlah kewajiban harus dilakukan peserta pemilu seperti membuat laporan dana kampanye, menyusun daftar penyumbang dan mencatat semua penerimaan atau pendapatan dan pengeluaran atau belanja kampanye serta menyimpan bukti transaksi. Aturan terkait pelaporan dana kampanye ini dibuat dengan harapan adanya transparansi dan akuntabilitas. Dalam penerimaan, pengelolaan dan pengeluaran dana kampanye dapat diketahui dengan mudah oleh publik, sehingga publik tahu dan bisa mempelajari perilaku calon yang akan menjadi pemimpin maupun wakilnya ini seperti apa. Hal ini berkaitan dengan kebijakan dan keputusan yang mereka ambil dalam pengelolaan dana kampanye ini, sehingga mereka dapat memilih peserta pemilu yang berorintasi pada kepentingan rakyat atau penyumbangnya. Selain itu, pelaporan dana kampanye ini juga berkaitan dengan prinsip akuntabilitas. Dalam pelaporan dana kampanye ini tentunya peserta pemilu harus mampu menyusun laporan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Ketika pelaporan ini diatur dan di publish, publik juga menjadi tahu aktifitas apa saja yang dilakukan oleh calon yang akan dipih tersebut, selama masa kampanye dan bagaimana dia mempertanggungjawabkan sumbangan yang telah diterima. Di Kabupaten Demak, proses yang berkaitan dengan tahapan pelaporan dana kampanye berjalan lancar. Dari laporan dana kampanye, mulai Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) hingga Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) tidak ada yang melanggar batasan yang diatur. Berkaitan dengan jumlah sumbangan dana kampanye misalnya, jelas terlihat tidak ada yang melebihi batasan maksimal. Pada Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), saldo terbesar hanya 30 juta rupiah. Sedangkan terendah adalah 100 ribu rupiah. Rata-rata yang lainnya adalah 1 juta rupiah. Sedangkan untuk saldo tim kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden, bahkan ada yang nol. Artinya di tahap awal, dana kampanye yang diterima masih sangat minim, atau bahkan hanya untuk membuka rekening khusus dana kampanye. Untuk penerimaan laporan awal dana kampanye parpol dan calon presiden dan wakil presiden adalah sebagai berikut: Kemudian di tahap penyampaian laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK), saldo terbanyak yang dimiliki oleh partai politik adalah 321,3 juta rupiah yaitu PDI P, sedangkan yang terendah adalah 114 rupiah. Untuk tim kampanye calon presiden dan wakil presiden adalah paslon nomor urut 1 sebesar Rp23.280.00,- dan paslon nomor urut 2 sebesar Rp367.160,-. Sampai pada tahap ini, jumlah sumbangan dana kampanye pun masih tergolong tidak terlalu tinggi. Berikut jumlah penerimaan sumbangan dana kampanye oleh parpol dan calon presiden dan wakil presiden pada Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye Pemilu 2019: Selanjutnya pada tahapan pelaporan peneriman dan pengeluaran dana kampanye, saldo terbesar adalah Rp. 662.459.000,-, dan terendah adalah Rp. 100.288,-. Artinya, sampai tahapan terakhir jumlah penerimaan sumbangan dana kampanye yang diterima oleh partai politik maupun tim kampanye paslon presiden dan wakil presiden masih jauh dari batas maksimal yang ditentukan oleh Undang-undang. Berikut laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye partai politik pada Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye pemilu 2019 di Kabupaten Demak: Dari laporan yang ada, sebenarnya ada hal yang patut ditanyakan, apakah laporan yang disusun oleh peserta pemilu ini sudah mencerminkan realitas penerimaan dan pengeluaran yang terjadi di lapangan? Dalam Undang-Undang Pemilu, tidak ada aturan yang tegas apabila penggunaan dana kampanye tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Kondisi yang demikian membuat peserta pemilu seenaknya dalam membuat laporan, dan laporan pun hanya terkesan formalitas. Memang ada pengawasan dari Bawaslu. Tetapi itu masih sangat lemah, karena regulasi yang ada belum mampu menjangkau secara komprehensif pengawasan dan penegakan atas akuntabilitas dana kampanye itu. Kalau aturan tegas itu tidak ada, maka jatuh-jatuhnya hanyalah teguran yang diterima oleh peserta pemilu. Dan itu tidak akan menimbulkan efek jera. Untuk meminimalisir kondisi tersebut, regulasi yang ada dan tools yang diberikan pada penyelenggara pemilu juga perlu diperkuat agar lebih menyentuh substansi. Undang-Undang pemilu mendatang mestinya mencantumkan aturan adanya sanksi pidana bagi peserta pemilu apabila menyampaikan laporan dana kampanye yang tidak benar atau tidak sesuai dengan dengan fakta yang ada karena ini sudah masuk pada ranah penipuan. Berkaitan dengan batasan penyumbang, berdasar laporan dana kampanye yang disampaikan peserta pemilu di Kabupaten Demak sejauh ini tidak ada yang melanggar. Namun yang menjadi catatan, pendataan sumber penyumbang ini selayaknya dibukukan dengan baik oleh petugas yang ditunjuk mengelola dana kampanye. Termasuk juga alat buktinya, seperti identitas penyumbang, surat pernyataan penyumbang, maupun alat buktinya. Jika semua terorganisir dengan baik tentu saja ketika proses pelaporan tidak kebingungan. Kemudian terkait batasan pelaporan. Hal ini kadang yang sering membuat petugas di KPU geleng-geleng kepala. Karena setiap jadwal pelaporan dana kampanye, hampir semua peserta pemilu lebih memilih menyampaikannya di menit-menit terakhir. Bahkan ada beberapa yang di menit terakhir itu baru terselesaikan 20%, dan bukti transaksi juga masih harus dicari-cari. Alhasil KPU harus siap melayani hingga hari berganti hari. Tahap lanjutan dari pelaporan dana kampanye adalah audit dana kampanye. Untuk memperoleh hasil audit dana kampanye yang berintegritas maka dibutuhkan tim audit yang kompeten, sehingga akan dihasilkan laporan hasil audit dana kampanye yang memiliki kredibilitas dan dapat dipertanggungjawabkan ke publik karena disusun oleh orang yang memiliki keahlian di bidangnya. Sejauh ini hasil audit pelaporan dana kampanye adalah patuh dan tidak patuh. Standar kepatuhan bagi peserta pemilu adalah patuh terhadap ketentuan perundang-undangan. Seperti laporan disampaikan sesuai batas waktu, sumberdana kampanye dari sumber yang sah. Untuk menentukan penilaian tersebut tentunya tim auditor harus bekerja maksimal. Jangan sampai tim auditor hanya bekerja di belakang meja. Atau bahkan mengeluarkan hasil audit, tetapi sebenarnya peserta pemilu yang bersangkutan tidak melaporkan dana kampanye. Berkaitan hal tersebut, perlu juga adanya regulasi yang mengatur terkait kinerja akuntan publik. Apabila ada tim auditor yang tidak benar, haruslah ada sanksi. Baik itu pencabutan tugas audit, tidak bisa menjadi auditor pada pemilu berikutnya, hingga dimintakan pencabutan ijin kerjanya. Dengan adanya sanksi tersebut setidaknya akan membuat Kantor Akuntan Publik lebih selektif untuk memilih auditor. KPU sebagai user pun harus selektif pula untuk memilih Kantor Akuntan Publik yang professional dan kredible, sehingga daudit dana kampanye dilaksanakan sesuai prosedur. Beberapa hal yang perlu disempurnakan lagi tahapan laporan dana kampanye adalah berkaitan dengan alat bantu yang digunakan dalam penyusunan laporan dana kampanye yaitu aplikasi dana kampanye atau sering disebut Sidakam. Keberadaan Sidakam memang sangat dibutuhkan karena pelaporan dana kampanye memang haruslah berbasis aplikasi supaya format, unsure-unsur dan system pelaporannya mendekati standar. Selain itu, adanya aplikasi ini juga diharapkan lebih memudahkan penyelenggara maupun peserta dalam melaksanakan tugas. Dalam tahapan pelaporan dana kampanye sejauh ini masih ada beberapa keluhan terkait Sidakam. Bahkan aplikasi ini pun beberapa kali harus diubah. Kedepan diharapkan aplikasi ini dapat lebih sempurna, sehingga tujuan dibuatnya sidakam ini dapat tercapai. Tak hanya sidakam yang perlu disempurnakan. Dari segi peserta pemilu juga harus menyiapkan SDM atau Liasion Officer (LO) yang berkapasitas yang mampu menyusun laporan dana kampanye, mengoperasikan aplikasi sidakam serta mempertanggungjawabkan apa yang telah dilaporkan. Sejauh ini, dari sejumlah LO parpol yang bertugas, hanya sebagian kecil yang mempunyai kapasitas sesuai kebutuhan. Untung saja helpdesk KPU Demak siap melayani. Berbicara terkait dana kampanye dan seperangkat aturan dan pirantinya memang sangat menarik. Yang perlu digaris bawahi adalah bagaimana supaya kedepan pengaturan dana kampanye itu benar-benar mampu menjaga kemandirian parpol, caleg dan calon pejabat eksekutif dari pengaruh uang yang disetor para penyumbang, khususnya saat mereka menduduki jabatan pasca pemilu. Untuk mendapatkan pengaturan yang sesuai, kajian dan masukan dari elemen masyarakat perlu dipertimbangkan. Karena ujung dari kesemuanya adalah harapan terlaksanakan pemilu yang demokratis, terpilih pemimpin yang amanah, kepentingan rakyat terakomodir dan keinginan rakyat terpenuhi. (Penulis adalah Anggota KPU Kabupaten Demak Divisi Hukum dan Pengawasan)
Selengkapnya