Tantangan SDM di Tengah Pandemi “Capaian Keberhasilan Pilbup Demak 2020”

Oleh: Siti Ulfaati

(Anggota KPU Kabupaten Demak)

Indonesia adalah Negara yang berdasar hukum (rechtstaat), bukan atas kekuasaan belaka (machtstaat). Hal ini, tercantum dalam Konstitusi Negara UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 1 ayat (3). Maka, segala penyelengaraan kehidupan bernegara harus patuh dan tunduk pada hukum. Baik dalam ranah ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan serta sosial budaya semua diatur dengan hukum yang diwujudkan dalam undang-undang. Hukum adalah kekuasaan tertinggi dalam negara (rule of law). Ciri-ciri negara hukum adalah pertama, adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Kedua, adanya pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak asasi tersebut. Ketiga, pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan dan keempat, adanya Peradilan yang independen.

Selain sebagai negara hukum, Indonesia juga telah memilih sistem demokrasi dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara. Sistem demokrasi di Indonesia ini terwujud di dalam kedaulatan negara yang berada di tangan rakyat. Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dituangkan dalam pasal 1 ayat (2) dimana menyebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar. Wujud Indonesia sebagai negara hukum demokrasi tersebut, dalam pengangkatan pemimpin negara dilaksanakan dengan adanya mekanisme pemilihan umum yang dilakukan oleh rakyat, sebagai bentuk partisipasi masyarakat.

Berkaitan dengan Indonsia sebagai negara hukum tersebut, segala hubungan antar warga negara sebagai subjek hukum, harus tunduk dan taat dengan aturan hukum yang berlaku. Termasuk diantaranya adalah berkaitan bagaimana aturan main dalam pelaksanaan pemilihan umum. Pemilihan Umum di Indonesia dibagi dalam Pemilihan Umum yang sifatnya nasional, yaitu untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, DPR RI dan DPD dan Pemilihan Umum yang sifatnya Kedaerahan, yaitu untuk memilih Gubernur-Wakil Gubernur, Walikota atau Bupati.

Pengaturan berkaitan dengan Pemilihan Kepala Daerah pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahn 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diadakan Pilkada secara langsung pertama kali pada tanggal 1 Juni 2005. Selanjtnya Pengaturan Pilkada diatur dalam Undang-Undang Nomor UU 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur bahwa Pilkada dilakukan oleh DPRD Provinsi dan DPRD Kab/kota. Akan tetapi Undang-Undang ini banyak ditolak oleh masyarakat karena merupakan langkah mundur demokratisasi di Indonesia.

Penolakan atas Undang-Undang Nomor UU 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, kemudian melahirrkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 yang mengembalikan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat. Perppu ini lahir berdasarkan Putusan MK No 138/PUU-VII/2009, yang menganggap bahwa pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD meupakan pemilihan yang tidak demokratis.

Perrppu Nomor 1 Tahun 2014 ini kemudian disahkan menjadi Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pengesahan Perrpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Akan tetapi pada bulan Maret 2015, terjadi perubahan dalam aturan Pemilihan Kepala Daerah sehingga melahikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun  2015. Selanjutnya, perubahan kembali terjadi dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah ini terkait dengan desain pemilihan kepala Daerah Serentak secara nasional yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Dalam Undang-Undang ini Pemilihan Kepala Daerah di Tahun 2020 dilaksanakan pada Bulan September 2020.

Menjelang tahun 2020, negara di dunia digemparkan dengan munculnya sebuah wabah dari Kota Wuhan, Tiongkok. Wabah penyakit yang disebabkan oleh virus ini dikenal dengan CoronaVirus Disease 2019 (COVID-19). Covid-19 dengan cepat mewabah ke penjuru dunia, yang kemudian oleh WHO ditetapkan sebagai Pandemi Global. Hingga pada awal bulan Maret 2020, virus Covid-19 pertama kali terkonfirmasi di Indonesia di Kota Depok Jawa Barat. Dengan cepat, penyebaran virus Covid-19 menjalar ke berbagai Kota di Indonesia. Akibat, pandemi Covid ini Pesiden Joko Widodo mengeluarkan Keppres Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Nasional Non Alam.

Selanjutnya, Presiden Joko Widodo membuat kebijakan dalam bentuk Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Keputusan tersebut sebagai bentuk reaksi cepat pemerintah pusat untuk dapat menginstruksikan dan mengkonsolidasikan jajaran Kementerian dan Lembaga, serta Kepala Daerah dalam hal penanganan COVID-19. Percepatan penanganan COVID-19 diperlukan langkah-langkah cepat, tepat, fokus, terpadu, dan sinergis antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah

Dengan adanya kebijakan penegakan Protokol Kesehatan yang dikeluarkan pemerintah sebagai tindak lanjut dalam pencegahan penyebaran Virus Covid-19, akan berdampak pada aktivitas masyarakat dan penyelenggaraan pelanyanan publik. Salah satu yang berdampak adalah penyelenggaraan Tahapan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020.

Dampak Pandemi Covid-19 telah berpengaruh terhadap kegiatan sosial, ekonomi dan interaksi sosial pada masyarakat, dengan adanya Kebijakan Protokol Kesehatan yang membatasi kegiatan masyarakat. Hal ini juga berdampak pada Proses Tahapan Pilkada Serentak Tahun 2020 yang menunda hari pemungutan suara tanggal 23 September 2020 (Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) 15/2019 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2020).

Tepat tanggal 21 Maret 2020 KPU RI melakukan penundaan Tahapan Pilkada Serentak 2020 dengan mengeluarkan Keputusan KPU RI Nomor 179/PL.02- Kpt/01/KPU/III/2020 tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan  Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020 dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19. Penundaan tahapan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  1. Pelantikan PPS 22 Maret 2O2O dan Masa Kerja Panitia Pemungutan Suara: 23 Maret s.d. 23 No ovember 2O2O.
  2. Segala kegiatan persiapan dan pelaksanaan Tahapan Pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih dengan masa Kerja Petugas Pemutakhiran Data Pemilih.
  3. Segala kegiatan persiapan dan pelaksanaan Pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.
  4. Tahapan Pencalonan Perseorangan (Verifikasi Faktual).

Kondisi tersebut diatas, membuat Pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Walikota dan Bupati pada tanggal 4 Mei 2020. Pada dasarnya Perppu Nomor 2 ini mengatur mengenai perubahan proses Pilkada Serentak 2020 mulai dari Tahapan sampai pada pemungutan suara. Perppu ini juga mengatur berkaitan dengan penegakan protokol kesehatan selama menjalankan tahapan Pilkada Serentak di masa Darurat Kesehatan Masyarakat.

Sebagai lembaga penyelenggara Pemilihan Umum di Indonesia, termasuk di dalamnya adalah Pemilihan Kepala Daerah, peran KPU dan Bawaslu sangat penting dalam mewujudkan demokratisasi di Indonesia. Terkait dengan Pilkada Serentak 2020 di masa darurat kesehatan masyarakat ini, walaupun banyak desakan agar pelaksanaannya ditunda, termasuk dua organisasi besar di Indonesia yaitu Nahdlotul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Akan tetapi Pemerintah, DPR, KPU dan Bawaslu telah bersepakat bila pelaksanaan Pemungutan Suara Piilkada Serentak Lanjutan Tahun 2020 tetap dilakukan pada tanggal 9 Desember 2020. Hal ini, tentu saja tak lepas dari telah ditetapkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2020 menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 yang menjadi dasar yuridis pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

KPU RI melalui PKPU Nomor 5 Tahun 2020 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 tanggal 12 Juni 2020 menetapkan hari pemungutan suara yang awalnya 23 September 2020 menjadi 9 Desember 2020 dan melalui Keputusan KPU Nomor 258|PL.O2- Kpt/ 01/KPU/VI/2020 tentang Penetapan Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan Tahun 2020 tanggal 15 Juni 2020 menetapkan Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan Tahun 2020, dimulai dari tahapan yang tertunda meliputi Pelantikan dan Masa Kerja Panitia Pemungutan Suara, Verifikasi Syarat Dukungan Pasangan Calon Perseorangan, Pembentukan dan Masa Kerja Petugas Pemutakhiran Data Pemilih dan Pemutakhiran dan Penyusunan Daftar Pemilih.

Tahapan Pilkada Serentak Lanjutan 2020 dilaksanakan dengan catatan dengan menerapkan protokol Covid -19 yang diatur dalam PKPU Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Wali Kota Dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan Dalam Kondisi Bencana Nonalam Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Tantangan SDM 2020, antara harapan dan Realitas

Tantangan SDM dalam pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Demak Tahun 2020 di tengah Pandemi Covid-19 adalah terlihat ketika pembentukan badan ad hoc baik di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Selain itu juga terlihat ketika pembentukan Petugas Ketertiban TPS (Gastib) dan juga Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP).

Persyaratan yang ketat menjadi salah satu tantangan dalam pembentukan badan ad hoc diantaranya adalah terkait batas usia minimal 20 tahun dan maksimal 50 tahun, kewajiban melaksanakan rapid test/swab bagi penyelenggara dan tidak memiliki penyakit kormobid (penyerta) termasuk didalamnya tidak diperbolehkan hamil.

Hal diatas menjadi sebuah kendala bagi KPU Kabupaten Demak. Pertama, persyaratan tersebut memang khusus diperuntukkan ketika di masa pandemic covid-19 mengingat di masa tersebut kondisi tubuh, atau imun harus benar-benar terjaga sehingga terkait usia sangat mempengaruhi, akan tetapi fakta di lapangan tidak semulus seperti teori. Ada beberapa calon badan ad hoc di tingkat KPPS yang usianya di atas 50 tahun yang sudah diproyeksikan oleh Kepala Desa/Kelurahan tidak bisa menjadi KPPS. Sehingga ada PPS yang mendapatkan intimidasi dan tidak difasilitasi oleh pemerintah Desa/ Kelurahan.

Berdasarkan fakta tersebut PPS dan KPU Demak harus bekerja extra lebih keras dalam perekutan KPPS. Komunikasi vertical maupun horizontal dilakukan KPU Kabupaten Demak agar pembentukan badan ad hoc bisa berjalan lancar dan sesuai dengan tahapan.

Kendala yang kedua adalah terkait diwajibkannya pelaksanaan Rapid test/ Swab bagi badan ad hoc. Rapid test/ Swab dilakukan untuk badan ad hoc yang sudah mendapatkan SK (Surat Keputusan).

Pelaksanaan Rapid test/ Swab adalah sebagai upaya atau ihtiar pencegahan penyebaran Covid-19. Ini merupakan penggambaran bentuk kesiapan pihak penyelenggara dalam menyelenggarakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Demak pada tanggal 9 Desember 2020.

Rapid test/ Swab itu sendiri bukan hanya diperuntukkan untuk badan ad hoc melainkan untuk semua penyelenggara, baik Anggota KPU Kabupaten Demak dan sekretariat KPU Kabupaten Demak setiap melakukan tahapan Pilbup Demak 2020.

 Misalkan saja Rapid test/ Swab  yang dilakukan PPDP, adalah sebagai persiapan sebelum pelaksanaan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih, sedangkan pelaksanaan Rapid test/ Swab  oleh KPPS adalah sebelum bertugas pada pemungutan suara. Hal tersebut adalah untuk mencegah terbentuknya klaster baru. Karena prinsip dasar dari pelaksanaan Pilkada dalam kondisi pandemi Covid-19 ialah dengan mengutamakan dan memastikan keselamatan dan kesehatan baik penyelenggara, peserta dan pemilih dengan tidak mengabaikan kualitas demokrasi yang sudah menjadi ketentuan undang-undang.

Walaupun tujuan pelaksanaan Rapid test/ Swab  adalah untuk menjaga keselamatan dan kesehatan, akan tetapi fakta pelaksanaannya di lapangan tidak semudah yang kita bayangkan.

a. Pelaksanaan Rapid test/ Swab  di tingkat PPK, PPS Sekretariat PPK dan Sekretariat PPS

Pelaksanaan Rapid test/ Swab di tingkat PPK dan PPS masih sangat terkendali. Mereka masih bersedia melaksanakan sesuai dengan penjadwalan yang ada dan bagi yang dinyatakan reaktif melakukan isolasi sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan.

Tetapi untuk Sekretariat PPK dan Sekretariat PPS yang notabene kebanyakan berusia lanjut (diatas 50 tahun), banyak diantara mereka yang memiliki penyakit kormobid/ penyerta. Sebagian memilih untuk menugundurkan diri dan meminta untuk diganti. Karena kekhawatiran dan ketakutan akan hasil Rapid test/ Swab Reaktif dan nantinya diminta melakukan isolasi.

Permintaan Pengunduran diri diatas tentunya tidak bisa diamini oleh KPU Demak, dikarenakan terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di Kecamatan atau Desa/Kelurahan. Kebijakan yang diambil KPU Demak adalah dengan memberikan kelonggaran waktu bagi sekretariat PPK dan PPS untuk melakukan Rapid test/ Swab. KPU Demak melakukan pendekatan, dialog “dari hati ke hati” dengan berkunjung ke masing-masing sekretariat yang tidak berkenan melakukan Rapid test/ Swab.

Di antara beberapa sekretariat yang dinyatakan reaktif, diminta untuk melakukan Swab dan hasilnya menunjukkan Positif Covid. Sehingga mereka harus dilakukan karantina/ isolasi oleh pihak rumah sakit atau puskesmas setempat. Bahkan ada pula yang harus melakukan isolasi lama/ lebih dari sebulan dikarenakan yang bersangkutan memiliki penyakit kormobid/ penyerta. Sehingga penyembuhannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Belum lagi setelah dilakukan traching, ternyata ada beberapa keluarga yang terkonfirmasi virus covid-19.

Setelah isolasi selesai mereka akan diminta untuk melakukan Rapid test/ Swab kembali dan ketika hasilnya dinyatakan non reaktif/ negatif, yang bersangkutan akan diberikan surat keterangan sehat dan bisa melanjutkan kembali tugas dan kewajibannya sebagai sekretariat PPK atau Sekretariat PPS

Pelaksanaan Rapid test/Swab ini memang diwajibkan bagi penyelenggara dan merupakan sebuah persyaratan yang harus dilakukan. Karena ketentuannya sangat jelas. Bagi yang tidak berkenan dilakukan Rapid test/ Swab mereka harus mundur. Akan tetapi mengingat terbatasnya SDM yang ada di lapangan, ada hal-hal lain yang memang harus disikapi dengan bijak.

Berikut hasil Rapid test/ Swab KPU Kabupaten Demak, PPK, PPS, Sekretariat PPK dan Sekretariat PPS.

b. Pelaksanaan Rapid test/ Swab  di tingkat Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP)

PPDP adalah petugas yang diangkat oleh KPU Demak untuk melakukan Pencocokan dan Penelitian (Coklit) data pemilih. Sebelum melakukan tahapan coklit PPDP harus melakukan pemeriksaan Rapid test/ Swab. PPDP yang dinyatakan sehat dan non Reaktif bisa terus melakukan tugasnya. Akan tetapi PPDP yang dinyatakan reaktif harus diganti selain mereka juga harus melakukan isolasi mandiri.

PPDP dalam melakukan coklit harus turun di lapangan dan bertemu langsung dengan pemilih. Oleh karena itu sebelum melakukan tahapan PPDP harus benar- benar dalam keadaan sehat dan terbebas dari covid-19. Mereka dibekali dengan face shild, sarung tangan, hand sanitizer. Sehingga melalui PPDP, KPU Demak meyakinkan masyarakat bahwa petugas yang mendatangi rumah mereka tidak akan membawa cluster penyebaran Covid-19.

Adapun kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Rapid test/ Swab  di PPDP adalah, susahnya mencari SDM pengganti PPDP yang sudah ditetapkan yang dinyatakan reaktif. Dikarenakan ketentuan dalam regulasi dimana PPDP yang dinyatakan reaktif harus diganti. Hal tersebut membuat banyak masyarakat yang khawatir dan enggan menjadi PPDP.

Dalam hal ini PPS memang dihadapkan pada situasi yang sulit karena di masa pandemic covid-19 yang sangat mencekam masyarakat masih sangat takut terkena ataupun menularkan virus covid-19. Akan tetapi oleh PPS, hal tersebut disikapi dengan bijak. Mereka melakukan komunikasi inten dengan pemerintah desa/kelurahan untuk membantu mereka mensosialisasikan dan meyakinkan masyarakat terkait pelaksanaan Rapid test/ Swab  adalah untuk kebaikan bersama dan untuk menditeksi dini virus covid-19 sehingga dapat mencegah penularan dan melakukan pengobatan dini kepada mereka yang terjangkit.

Berikut ini data PPDP yang reaktif di Kabupaten Demak:

Dari data di atas kebutuhan PPDP di Kabupaten Demak adalah sejumlah 2206 orang. Dilakukan penggantian sebanyak 88 orang dikarenakan hasil pemeriksaan Rapid test/ Swab reaktif. Sehingga total keseluruhan yang melakukan Rapid test/ Swab adalah sebanyak 2.294 orang. Data diatas belum termasuk PPDP yang mengundurkan diri sebelum pelaksanaan Rapid test/ Swab.

c. Pelaksanaan Rapid test/ Swab  di tingkat KPPS dan Petugas Ketertiban TPS (Gastib)

Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk menyelenggarakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara. KPPS merupakan ujung tombak pelaksanaan Pilbup Demak 2020. Sedangan Gastib adalah adalah petugas yang dibentuk oleh PPS untuk menangani ketenteraman, ketertiban, dan keamanan di setiap Tempat Pemungutan Suara.

Sebelum menyelenggarakan pemungutan suara, KPPS bertugas mendirikan Tempat pemungutan Suara serta menyiapkan berbagai hal yang berkaitan dengan pemungutan suara. Selain itu KPPS juga melakukan penghitungan suara sampai mengantarkan kotak suara ke PPK/ kecamatan.

Dengan beban dan tanggung jawab yang luar biasa KPPS harus benar-benar dinyatakan sehat dan terbebas dari Covid-19. Begitu juga dengan Gastib. Oleh karena itu sebelum menyelenggarakan pemungutan suara KPPS dan Gastib harus melakukan pemeriksaan Rapid test/ Swab. Berbeda dengan PPDP apabila reaktif diganti. KPPS dan Gastib yang reaktif diminta untuk melakukan isolasi dan tidak diganti. Dikarenakan kebutuhan SDM KPPS dan Gastib yang sangat banyak.

Dalam perjalanan pelaksanaan Rapid test/ Swab KPPS dan Gastib di Kabupaten Demak ada beberapa kendala diantaranya adalah KPPS dan Gastib merasa Keberatan melakukan Rapid test/ Swab karena mereka harus meluangkan waktu sehari untuk izin. KPPS dan Gastib yang terpilih kebanyakan mereka bekerja di pabrik, lembaga pendidikan dan swasta. Hal tersebut juga terjadi ketika calon KPPS harus memenuhi persyaratan pendaftaran dalam hal melampirkan surat keterangan kesehatan yang berasal dari puskesmas atau rumah sakit setempat. Bagi mereka meluangkan waktu sehari untuk melakukan pemeriksaan sama saja dengan dipotongnya gaji mereka selama sehari pula.

Kendala yang selanjutnya adalah minimnya antusias masyarakat untuk menjadi KPPS dan Gastib karena di masa Pandemic Covid-19 memunculkan ketakutan akan tertular Virus Corona-19.

Sehingga dalam kasus KPPS tersebut, PPS melakukan upaya dengan jemput bola langsung ke rumah warga yang memenuhi persyaratan. PPS juga membantu menyiapkan berkas administrasi pendaftaran calon KPPS. Sedangkan dalam hal urusan Gastib, PPS melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah Desa/Kelurahan.

Kasus yang terjadi di desa Gajah ada KPPS yang dinyatakan reaktif oleh Puskesmas setelah melakukan pemeriksaan Rapid test/ Swab, dan oleh petugas Puskesmas dilakukan penjemputan dengan menggunakan Ambulans dan Petugas menggukan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap. Hal ini membuat yang bersangkutan, keluarga dan masyarakat di sekitar heboh. Sehingga menjadikan ketakutan tersendiri oleh mereka dan tidak hanya itu, mereka menyalahkan KPU Demak karena dengan adanya pelaksanaan Rapid test/ Swab, mereka dijauhi oleh masyarakat, menjadi bahan gunjingan dan mengalami dampak ekonomi yang tidak diharapkan. Misalkan warungnya sepi dan tidak ada yang mau membeli. Mereka merasa dirugikan baik secara secara psikis ataupun sosial.

Selain itu dampak lain dari pelaksanaan Rapid test/Swab adalah adanya intimidasi dan terror terhadap beberapa PPK dan PPS. Tidak sedikit yang mengancam memilih mundur baik satu TPS ataupun bahkan 1 Desa kalau masih dipaksa melakaukan Rapid test/Swab dan ada juga yang lebih memilih menjadi Tim Pemenangan.

Disalah satu TPS di Mranggen ada Ketua KPPS yang melakukan bunuh diri dikarenakan mengalami tekanan mental pasca dinyatakan reaktif oleh puskesmas. Hal tersebut terjadi ketika yang bersangkutan dilakukan isolasi oleh Puskesmas di rumah kosong. Dari penuturan keluarga, sebelum bunuh diri yang bersangkutan merasa tertekan pasca dinyatakan reaktif.

Berikut data jumlah KPPS dan Gastib KPU Kabupaten Demak yang dinyatakan reaktif .

Selain beberapa dinamika diatas faktor media dalam membentuk opini masyarakat dan maraknya berita Hoaks juga menambah deretan permasalahn terkait pembentukan badan ad hoc.

Belum lagi tahapan pembentukan badan ad hoc PPS yang beririsan dengan tahapan pencalonan perseorangan juga menambah deretan permasalahan di KPU Demak mengingat PPK saat itu belum dilantik, sedangkan SDM di KPU Demak sangat terbatas.

Antisipasi Kecelakaan Kerja

Pengalaman dari penyelenggaraan baik dari Pemilihan sebelumnya, para penyelenggara badan adhoc Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Demak Tahun 2020 sering menerima intimidasi dan tindak kekerasan, baik dari tim sukses atau simpatisan peserta Pemilihan maupun pihak lain, sehingga diperlukan santunan kecelakaan kerja untuk memberikan perlindungan sosial bagi penyelenggara Pemilihan yang mengalami tindak kekerasan fisik ketika bertugas dalam penyelenggaraan tahapan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Demak Tahun 2020.

Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Demak Tahun 2020 diselenggarakan dalam suasana pandemi Covid-19. Selain itu juga mempertimbangkan situasi dan keamanan dalam pelaksanaan tugas-tugas penyelenggara Pemilihan serta pelaksanaan wewenang, tugas dan tanggung jawab penyelenggara Pemilihan yang sepenuh waktu diperlukan perhatian yang sungguh-sungguh atas setiap potensi risiko dan risiko yang terjadi dalam pelaksanaan tugas dimaksud.

Selain itu, jangkauan wilayah penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Demak Tahun 2020  terbilang luas, untuk sebagian wilayah yang memiliki tantangan geografis dan tantangan lain akibat bencana alam atau kerusakan lingkungan ekologis yang berpotensi atas segala bentuk resiko bagi segenap badan adhoc Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Demak Tahun 2020 untuk dijangkau para Penyelenggara Pemilihan, sehingga risiko kecelakaan dijalan relative tinggi, karena Penyelenggara Pemilihan harus melakukan tugas penyelenggaraan tahapan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Demak Tahun 2020 yang membutuhkan mobilitas tinggi.

Santunan kecelakaan kerja merupakan salah satu tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Demak kepada jajarannya yang ikut serta dalam mensukseskan pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Demak Tahun 2020 sehingga dapat berjalan demokratis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 470/SDM.07.4-Kpt/05/X/2020 tentang Pedoman Teknis Pemberian Santunan kecelakaan Kerja dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Demak Nomor: 127/SDM.07.4-Kpt/3321/KPU-Kab/X/2020 tentang Pedoman Teknis Pemberian Santunan kecelakaan Kerja dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 memberikan santunan kepada badan ad hoc dengan kriteria sakit/ luka berat 6 orang, sakit/luka sedang 5 orang, meninggal 1 orang dan cacat 1 orang.

Selain mendapatkan santunan dari KPU Kabupaten Demak badan adhoc yang mengalami kecelakaan kerja juga mendapatkan santunan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Menjawab Tantangan Pilbup Demak 2020: Jaminan Keamanan, Tingkat Partisipasi, dan Demokratisasi

Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Demak Tahun 2020 di tengah Pandemi Covid-19 adalah kekhawatiran akan tingkat Partisipasi Pemilih yang rendah. Hal ini, dikarenakan kondisi Pandemi Covid-19 yang belum berakhir, mengakibatkan masyarakat enggan menggunakan hak pilihnya pada tanggal 9 Desember 2020. Masyarakat masih dirundung ketakutan akan terjangkit Covid-19 ketika melakukan pencoblosan di TPS. Kondisi tersebut menjadi logis karena masih banyak warga yang kurang meyakini protocol kesehatan yang diterapkan dapat menjamin para pemilih bebas dari penularan Covid-19.

KPU Kabupaten Demak, berusaha dengan pikran dan tenaga menyiapkan badan ad hoc Pilbup Demak yang berkualitas, sehat dan aman bagi setiap warga yang mengikuti proses Demokrasi. Yang kreatif, inovatif dalam menyusun strategi sosialisasi sehingga mampu meyakinkan warga Demak bahwa Pilbup Demak merupakan hal yang sangat menentukan kemajuan dan perkembangan Kabupaten Demak yang membutuhkan aspirasi (suara) masyarakat Demak dan semua tahapan diselenggarakan dengan mematuhi protocol kesehatan, mengutamakan keselamatan dan kesehatan semua pihak.

Pembentukan badan ad hoc, selain telah diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan, juga merupakan hal penting dalam rangka mensukseskan pelaksanaan Pilbup Demak 2020. KPU Demak membentuk PPS, PPK dan Relawan Demokrasi dengan memfokuskan pada orang-orang yang mempunyai kretivitas, bekerja keras, cerdas dan mampu berkomunikasi dengan baik. Manajemen dalam pembentukan badan ad hoc ini dilakukan dengan prosedur yang ketat dan dengan kriteria-kriteria khusus yang dapat merepresentasikan semua lapisan masyarakat kabupaten Demak. Uji kelayakan anggota badan ad hoc KPU Demak dilakukan dengan standar yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh orang yang ahli, pakar dan professional. Orang-orang yang telah terpilih dalam lembaga ad hoc, mempunyai kualitas, kapasitas, kredibilitas dan integritas dalam membantu pelaksanaan Pilkada Kabupaten Demak dengan aman, jujur dan adil sesuai dengan prinsip demokrasi yang baik.

Dengan manajemen pembentukan lembaga ad hoc yang baik, membuktikan bahwa KPU Demak mampu menjawab tantangan pelaksanaan Pilkada 2020 dengan sukses. Kesuksesan tersebut dapat diukur dengan angka Partisipasi Pemilih Kabupaten Demak yang naik dibandingkan dengan angka partisipasi Pemilih pada Pelaksanaan Pilkada sebelumnya. Tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada 2020 ini adalah sebesar 73,13%, sedangkan dalam pelaksanaan Pilkada Tahun 2015 partisipasi pemilih hanya sebesar 67,52%. Ada kenaikan partisipasi pemilih sebesar 5,61% pada tingkat partisipasi pemilih. Padahal, kekhawatiran awal, ketika pelaksanaan Pilkada di tengah Pandemi Covid-19, partisipasi pemilih akan sangat rendah.

Selain angka partisipasi yang meningkat 5,61%, keberhasilan KPU Demak dalam menyelenggarakan Pilkada 2020 juga bisa dilihat dari tidak adanya cluster penyebaran covid-19, tidak adanya gugatan sehingga penetapan Paslon terpilih bisa dilakukan pada tanggal 21 Januari 2020 dan KPU Demak didaulat menjadi penyelenggara terbaik di Jawa Tengah dengan mendapatkan 4 penghargaan yaitu juara pertama Manajemen Pengelolaan Logistik Pemilihan Serentak 2020 Terbaik, juara pertama Manajemen Penyelenggaraan Pencalonan Pemilihan Serentak 2020 Terbaik, juara kedua Inovasi Sosialisasi Pendidikan Pemilih Pemilihan Serentak 2020 Terbaik dan juara kedua Pengelolaan Dana Kampanye Pemilihan Serentak 2020 Terbaik.

Keberhasilan peningkatan angka partisipasi pemilih ini juga tidak dapat dilepaskan dari peran para anggota penyelenggata pemilu sendiri, baik KPU Demak maupun anggota lembaga ad hoc yang berhasil dalam melakukan pendekatan dan sosialisasi kepada warga Demak. Kualitas dari anggota lembaga ad hoc, yang mampu berkomunikasi dengan baik, mampu mempersuasi warga agar mau memberikan suara dan mampu meyakinkan warga Demak bahwa Pilkada akan berlangsung dengan aman dibawah Protokol Kesehatan yang ketat merupakan faktor pendukung dalam kesuksesan penyelenggaraan Pilkada 2020 di Kabupaten Demak. Kualitas anggota yang direkrut merupakan keberhasilan dari manajerial pola pembentukan badan ad hoc yang baik pula.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 394 Kali.