Opini

78

Pola Manajemen PNS di KPU yang Mendukung Pelaksanaan Pemilu di Setiap Lapisnya

Nuke Wijayanti Kusumo, SH, MH Ksb Hukum & SDM/ Plt. Ksb SDM & Partisipasi Hubungan Masyarakat   Dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) yang jujur, adil, dan berintegritas, peran Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi salah satu kunci keberhasilan. Kinerja ASN yang profesional, netral, dan berkompeten merupakan fondasi penting agar setiap tahapan pemilu dapat berjalan sesuai asas dan prinsip demokrasi. Untuk itu, KPU menerapkan pola manajemen PNS yang mendukung pelaksanaan pemilu di setiap lapisan organisasi, dari pusat hingga daerah. Secara normatif, dasar pengelolaan ASN diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menegaskan bahwa manajemen ASN harus berdasarkan pada sistem merit, yakni kebijakan dan manajemen SDM yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar tanpa diskriminasi. Prinsip ini memastikan bahwa setiap pegawai KPU ditempatkan dan dikembangkan berdasarkan kemampuan, bukan kedekatan. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 17 Tahun 2020, menjadi pedoman utama dalam pelaksanaan rekrutmen, pengembangan karier, hingga penilaian kinerja ASN. Dalam konteks kelembagaan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga menegaskan bahwa KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Artinya, setiap ASN yang bertugas di lingkungan KPU wajib menjaga netralitas dan menjunjung tinggi kode etik penyelenggara pemilu. Melalui pembinaan berkelanjutan, pelatihan kompetensi, serta evaluasi kinerja berbasis hasil, pola manajemen ASN di KPU diarahkan untuk mendukung pelaksanaan pemilu yang efektif di setiap tingkatan — baik di pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Lebih jauh, penerapan sistem merit juga berperan penting dalam memperkuat budaya kerja berintegritas di lingkungan KPU. Transparansi dalam penempatan jabatan, penghargaan terhadap kinerja, dan disiplin terhadap aturan menjadi langkah nyata dalam membangun SDM penyelenggara pemilu yang profesional. Dengan manajemen ASN yang terstruktur dan berbasis hukum, KPU tidak hanya menjalankan fungsi administratif, tetapi juga mengokohkan kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu. Dengan demikian, pola manajemen PNS di KPU bukan sekadar sistem pengelolaan kepegawaian, tetapi merupakan bagian integral dari upaya memperkuat demokrasi. ASN yang dikelola secara profesional, berintegritas, dan netral akan memastikan bahwa pelaksanaan pemilu berjalan di atas prinsip hukum, etika, dan keadilan — demi terwujudnya kedaulatan rakyat yang sejati


Selengkapnya
46

Membangun SDM Berintegritas untuk Pemilu yang Demokratis

Ayus Purwanto Pelaksana Bagian SDM SDM yang berkompenten merupakan pilar utama dalam penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil dan transparan. Proses perekrutan SDM mencari yang terbaik adalah langkah awal yang harus dilaksanakan untuk menentukan keberhasilan dan profesionalitas yang mampu dipertanggungjawabkan kredibilitasnya. Pemilu yang demokratis adalah buah dari SDM yang profesional dan beritegritas.  Dalam praktiknya, tantangan penyelenggara pemilu tidak hanya berkaitan dengan kemampuan teknis, tetapi juga menyangkut moralitas dan komitmen terhadap nilai-nilai kejujuran serta keadilan. Kasus-kasus pelanggaran etik dan lemahnya pengawasan sering kali berakar pada rendahnya integritas individu maupun lemahnya pembinaan kelembagaan. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas dan integritas harus menjadi prioritas utama bagi lembaga penyelenggara. Selain pelatihan teknis, perlu ada penguatan karakter dan kesadaran bahwa tugas penyelenggara pemilu bukan sekadar pekerjaan administratif, melainkan amanah konstitusional yang menentukan masa depan demokrasi bangsa. Penyelenggara pemilu yang ideal adalah mereka yang bekerja dengan hati, menjunjung tinggi netralitas, serta siap melayani kepentingan publik di atas kepentingan pribadi atau kelompok.


Selengkapnya
138

Pemilu dan Hukum: Pilar Demokrasi yang Tak Terpisahkan

Nuke Wijayanti Kusumo, SH, MH Ksb Hukum & SDM/ Plt. Ksb SDM & Partisipasi Hubungan Masyarakat   Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana kedaulatan rakyat yang menjadi wujud nyata demokrasi di Indonesia. Setiap tahapan dan proses pemilu dilaksanakan berdasarkan aturan hukum yang telah ditetapkan. Tanpa dasar hukum yang kuat, penyelenggaraan pemilu akan kehilangan legitimasi dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian dalam kehidupan demokrasi. Keterkaitan antara pemilu dan hukum tercermin dalam berbagai regulasi yang mengatur seluruh prosesnya. Konstitusi melalui Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Ketentuan ini diperjelas melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mengatur secara komprehensif mulai dari tahapan penyelenggaraan, hak dan kewajiban peserta, hingga penyelesaian sengketa hasil pemilu. Dalam praktiknya, hukum berfungsi tidak hanya sebagai pedoman teknis, tetapi juga sebagai instrumen pengawasan dan penegakan keadilan. Melalui lembaga seperti Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK), hukum menjamin setiap pelanggaran atau perselisihan dapat diselesaikan sesuai prosedur yang adil dan transparan. Hal ini menunjukkan bahwa hukum merupakan pengawal integritas demokrasi, memastikan setiap suara rakyat terlindungi secara sah. Korelasi yang kuat antara pemilu dan hukum menegaskan bahwa keberhasilan demokrasi tidak hanya bergantung pada partisipasi rakyat, tetapi juga pada kepatuhan terhadap aturan yang berlaku. Dengan menjadikan hukum sebagai fondasi utama, penyelenggaraan pemilu akan berjalan tertib, berintegritas, dan mampu melahirkan kepemimpinan yang legitimate demi mewujudkan cita-cita bangsa yang demokratis dan berkeadilan.


Selengkapnya
178

Emansipasi di Era Digital: Katalisasi Kodrat Perempuan Untuk Kedaulatan Bangsa

Siti Ulfaati, M.S.I Ketua KPU Kabupaten Demak   Seiring dengan berkembangnya zaman, manusia telah memasuki era digital dimana penyampaian informasi bisa terjadi dalam hitungan detik tanpa memperhitungkan jarak dan waktu. Hal ini tentunya sangat membantu kehidupan manusia dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari yang semakin kompleks, khususnya bagi kaum perempuan yang seringkali dianggap sebagai warganegara kelas dua dibawah laki-laki. Ketika menelisik kembali masa lampau pada tahun 1903, kita bisa membayangkan sendiri bagaimana perjuangan R.A Kartini untuk bisa menyampaikan informasi kepada kaum perempuan sangatlah berat. Berangkat dari keprihatinannya dari nasib perempuan yang seringkali hanya menjadi pelengkap di rumah tangga tanpa bisa mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan, Kartini bersusah payah untuk mendirikan sekolah di rumahnya, kemudian mencoba mengumpulkan kaum perempuan di wilayahnya untuk mendapat pendidikan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung. Untuk bisa melakukan hal tersebut tentunya berulangkali dia harus meyakinkan kaum lelaki agar mengijinkan istri dan anaknya untuk bisa sekolah. Dengan berkembangnya teknologi, sekarang sistem pendidikan sudah tersebar hingga sampai ke pelosok desa, kaum perempuan sudah tidak dibatasi lagi untuk bisa mengenyam pendidikan. Atas nama emansipasi, perempuan bisa menentukan masa depannya sendiri di berbagai bidang. Negara pun sudah menjamin kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memperoleh penghidupan yang layak dan berserikat sesuai dengan keinginannya, dengan memanfaatkan kemajuan era digital, penyampaian informasi tentang emansipasi menyebar tak terbendung ke semua lapisan masyarakat. Di era digital ini, peran perempuan memang tidak bisa dianggap remeh karena mempunyai karakteristik yang unik dibanding dengan lelaki, study yang dilakukan oleh Universitas California pada tahun 2022 dengan judul “Gender Differences in Cognitive Load and Digital Task Switching” menjelaskan bahwa perempuan lebih bisa melakukan kerja hybrid dengan metode multitasking untuk melakukan berbagai macam pekerjaan dalam waktu yang bersamaan, sehingga hal tersebut bisa menghemat waktu, tenaga serta biaya. Begitu juga dalam menjalankan kepemimpinan, perempuan dianggap bisa lebih berkolaborasi dan berkomunikasi secara efektif dengan rekan kerja maupun bawahannya daripada laki-laki yang cenderung menampilkan sifat kompetitif dan hierarkis, sehingga perempuan bisa menjadi jembatan dalam membangun konsensus dan menyatukan perspektif (McKinsey & Company, 2022, Women in Leadership: Inclusive Styles and Digital Impact). Hal ini menjadi pengejawantahan dalam budaya modern dimana permasalahan yang timbul akan semakin banyak dan kompleks sehingga dibutuhkan solusi yang cepat dan tepat tanpa menimbulkan perpecahan yang berlarut-larut. Kesadaran akan nasib kaumnya menjadi ikatan yang kuat bagi kaum perempuan, ikatan emosional akan lebih cepat terbangun jika membicarakan tentang emansipasi di era digital. Studi dari Pew Research Center tahun 2023 dengan judul Social Media Use by Gender menjabarkan, dalam membangun komunikasi, perempuan lebih banyak membangun koneksi dengan ikatan emosional dan dukungan sosial daripada laki-laki yang memakai pendekatan informatif atau professional. Hal ini menyebabkan kesadaran nasib akan menjadi lebih kuat jika menyangkut tentang emansipasi walaupun informasi yang didapatkan belum tentu benar. Pertanyaannya sekarang adalah, dengan semakin majunya era digital yang tanpa batas, sampai sejauh mana kaum perempuan bisa mengelaborasikan hal tersebut dengan perjuangan emansipasi yang telah dirintis oleh R.A Kartini? Katalisasi Kodrat Perempuan Jawabannya adalah, karena perempuan mempunyai sifat dan karakteristik yang khusus, mereka akan terus bisa memperjuangkan gerakan emansipasi sampai kapanpun dengan memanfaatkan era digitalisasi, tetapi yang harus menjadi pedoman bahwa digitalisasi juga mempunyai ‘sisi gelap’ yang harus diwaspadai, jangan sampai apa yang telah dicita-citakan R.A Kartini untuk membawa kaumnya terlepas dari belenggu sistem patrilineal malah membawa perempuan ke sistem belenggu baru bernama digitalisasi. Seperti yang sudah diutarakan diatas bahwa dengan berkembangnya era digitalisasi, penyampaian informasi hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk sampai kepada penerima, jika perempuan memainkan perannya tanpa landasan yang kuat, mereka akan berubah fungsi dari subyek digitalisasi menjadi obyek digitalisasi. Atas nama perkembangan digitalisasi, perempuan menjadi sumber yang bisa dieksploitasi, contohnya bisa lihat di banyaknya jejaring sosial dimana perempuan terbuai oleh sistem digitalisasi. Dalih kebebasan berekspresi ternyata malah membuat mereka tereksploitasi secara fisik dan pemikiran sehingga acapkali melanggar norma dan etika Karena itulah, agar gerakan emansipasi tidak melenceng seperti yang dicita-citakan R.A Kartini, perempuan jangan sampai melupakan kodratnya. Dengan titik tekan bahwa perkembangan zaman tidak menghilangkan kodrat tersebut, tetapi mengkatalisasi agar bisa berjalanan beriringan dengan era digital. Kodrat sebagai fitrah alamiah yang melekat kepada perempuan semenjak lahir juga merupakan bagian dari penjaga harkat martabat gerakan feminisme yang sangat dibutuhkan bangsa dan negara untuk menjadi maju, untuk menciptakan generasi mendatang yang tangguh diperlukan peran perempuan untuk menjadi seorang ibu yang penuh kasih sayang, mendidik anak-anak yang telah dilahirkan agar menjadi sosok pribadi yang berbudi pekerti dan bertanggungjawab. Katalisasi kodrat disini adalah bagaimana mengajari anak mereka agar bisa memanfaatkan perkembangan digital untuk keajuan bangsa dan negara, lewat peran seorang ibu, ilmu pengetahuan akan terus diwariskan kepada generasi mendatang, karena itulah peran seorang perempuan tidak hanya lagi terbatas pada urusan rumah tangga, tetapi sudah berkembang pesat melampaui zamannya. Peran perempuan sebagai ibu dan istri yang hanya dijadikan bahan eksploitasi pada zaman R.A Kartini sudah mengalami perluasan karena mereka juga mendidik generasi yang beradab, generasi yang melek era digital dengan segala macam problematikanya. Hal inilah yang membuat mereka dimuliakan agar bisa mendapatkan argumentasi ketika menyampaikan pemikirannya kepada orang lain, sehingga. Gerakan feminisme menjadi lebih komprehensif ketika tidak hanya disampaikan lewat kata-kata semata, tetapi lewat pembuktian kepada keluarganya. Husein Muhammad dalam Islam Agama Ramah Perempuan tahun 2005 mengatakan bahwa kodrat bukan membatasi aktivitas perempuan, tetapi lebih kepada penghargaan kepada mereka untuk terus memperjuangkan nasibnya, karena itulah perempuan juga harus mencari ilmu untuk mewujudkan kemandirian agar bisa berkontribusi kepada masyarakat. Kodrat sebagai sifat alamiah akan selalu menjadi pedoman kaum perempuan jika mereka tidak ingin terjebak dalam ‘sisi gelap’ digitalisme. Perjuangan R.A Kartini dalam mendidik kaumnya dengan cara sederhana dengan segala keterbatasan harus bisa lebih dikembangkan oleh kaum perempuan dengan memanfaatkan sebaik mungkin era digitalisasi tanpa harus melupakan kodratnya jika ingin mewujudkan kedaulatan bangsa dan negara. Akhirnya selamat hari Kartini, Maju terus perempuan-perempuan Indonesia. Bangga dan percayalah pada diri kalian sendiri dengan berbagai sifat dan karakteristik yang muncul semenjak lahir. Karena sesungguhnya nasib generasi mendatang berada dalam belaian kasih sayang yang muncul dari kodrat kalian.


Selengkapnya
454

Kartini: Inspirasi bagi Wanita Indonesia untuk Berani Bermimpi

Siti Ulfaati, S.Pd.I,. M.S.I (Ketua KPU Kabupaten Demak 2023-2028)   Raden Ajeng Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah, dalam bangsawan Jawa yang konservatif. Setelah menikah dengan R.A. Joyodiningrat yang merupakan Bupati Rembang pada usia 24 tahun namanya menjadi Raden Ayu Kartini. Ia berasal dari keluarga ningrat, tepatnya dari keluarga Bupati Jepara. Ayahnya bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang bangsawan Jawa dari keturunan ningrat dan Ibunya bernama M.A. Ngasirah. Meski terlahir dari kalangan priyayi, Kartini tidak serta-merta menikmati kebebasan. Justru sebaliknya, ia mengalami berbagai pembatasan yang dikenakan pada perempuan kala itu, termasuk larangan melanjutkan sekolah setelah usia tertentu dan pengurungan dalam masa pingitan. Namun, keterbatasan tidak memadamkan semangat belajarnya. R.A Kartini bukan hanya memikirkan nasib perempuan, tetapi juga kondisi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Ia menolak penindasan, kebodohan, dan ketidakadilan. Ia bermimpi tentang Indonesia yang bebas, setara, dan beradab. Kartini adalah sosok yang menginspirasi perempuan Indonesia untuk berani bermimpi dan mewujudkan cita-cita, harapan dalam gelap, dan suara yang tak pernah padam meski terlahir di masa yang membungkam perempuan. Melalui pemikirannya yang dituangkan dalam surat-suratnya, Kartini memperjuangkan kesetaraan hak perempuan, terutama dalam bidang pendidikan. Ia percaya bahwa perempuan memiliki potensi besar untuk berkembang dan berkontribusi bagi bangsa. Ia menunjukkan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari keberanian untuk berpikir dan menyuarakan pendapat. Meski hidup dalam kungkungan adat, Kartini memilih untuk melawan dengan pena, dengan gagasan. Kartini mengajarkan bahwa perempuan harus berani bermimipi, menjadi inspirasi, penggerak perubahan. Ia terus hidup dalam semangat perempuan-perempuan Indonesia. Seperti yang dikatakan dalam salah satu kutipan, "Jadilah perempuan yang tidak hanya berani bermimpi, tetapi juga berani mengambil langkah nyata". Berani Bermimpi Berani bermimpi berarti berani melawan rasa takut, ketidaksetaraan, dan stereotip (perempuan yang dianggap konco wingking yang memiliki tugas macak, masak, manak). Dan dalam konteks ini, Kartini tetap menjadi inspirasi yang tak lekang oleh waktu. Sebab dari Bangsawan Jawa yang konservatif adalah sebutan bagi golongan ningrat (bangsawan) di masyarakat Jawa yang sangat memegang teguh nilai-nilai tradisi, adat istiadat, dan norma budaya lama, terutama yang bersifat patriarkal dan hierarkis. Bangsawan Jawa adalah kelompok elit atau kelas atas dalam masyarakat Jawa yang berasal dari keturunan keluarga kerajaan atau pejabat tinggi, seperti bupati, adipati, atau sultan. Mereka memiliki Status sosial tinggi, Pengaruh dalam pemerintahan lokal, Akses terhadap pendidikan & kekuasaan, tetapi sering terbatas pada laki-laki. Sedangkan onservatif artinya berpegang pada nilai-nilai lama dan cenderung menolak perubahan, khususnya dalam hal peran gender (perempuan harus di rumah), sistem pendidikan terbatas untuk Perempuan dan pelestarian adat seperti pingitan atau perjodohan mimpinya yang sederhana untuk perempuan bisa belajar dan berpikir bebas lahir gelombang harapan baru bagi perempuan Indonesia Perjuangan masih belum usai. Masih banyak perempuan di berbagai pelosok negeri ini (Indonesia) yang belum mendapatkan akses pendidikan atau terjebak dalam budaya yang membatasi pilihan hidup mereka. Di sinilah semangat Kartini harus terus disuarakan: bukan sekadar diperingati setiap 21 April, tetapi dijadikan energi untuk terus mendorong perubahan nyata, menjadi obor bagi perempuan Indonesia untuk melangkah maju. Kartini Masa Kini Istilah "Kartini Masa Kini" adalah bentuk penghargaan dan simbolisme terhadap peran perempuan Indonesia dalam memperjuangkan kesetaraan, keadilan, dan keterlibatan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sosok perempuan yang inspiratif dan memiliki kontribusi besar dalam ranah sosial, politik, dan budaya. Kartini Masa Kini adalah perempuan-perempuan Indonesia yang melanjutkan semangat dan perjuangan R.A. Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan gender, pendidikan, dan hak perempuan. Namun, perjuangan mereka tidak hanya terbatas pada pendidikan, tapi juga harus mengambil peran penting di berbagai lini kehidupan misalnya dunia politik, kesehatan, teknologi, kewirausahaan, dan sosial kemanusiaan. Perempuan yang berpendidikan dan berpikiran terbuka, mandiri secara ekonomi dan emosional, berperan aktif dalam komunitas atau organisasi, menginspirasi perubahan positif di lingkungan sekitar dan tentunya menjunjung nilai-nilai budaya dan keluarga. Hari Kartini menjadi momentum yang sangat penting bagi kaum Perempuan untuk terus memupuk keberanian dalam meraih mimpi dan menunjukkan peran penting di tengah masyarakat. Semangat ini terus menjadi sumber motivasi bagi perempuan masa kini untuk berkembang, berani berpendapat, dan menjadi agen perubahan yang membawa dampak positif. Di era arus modernisasi dan globalisasi yang diwarnai dengan persaingan, perempuan harus aktif dalam partai politik, parlemen, atau organisasi lainnya, menjadi bagian pembuat kebijakan atau advokat bagi isu-isu sosial, menyuarakan keadilan, kesetaraan, dan hak asasi manusia, berani melawan ketidakadilan, korupsi, dan diskriminasi dan menjunjung tinggi nilai demokrasi dan keberagaman. Sudah banyak contoh Tokoh Kartini Masa Kini misalnya saja Megawati Soekarnoputri yang merupakan presiden perempuan pertama dalam sejarah Indonesia yang menembus dominasi politik laki-laki di level tertinggi. Puan Maharani, perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI sepanjang sejarah Indonesia yang juga menjadi simbol perempuan yang mampu bertahan dan bersinar di dunia politik yang kompetitif. Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan RI yang merupakan simbol perempuan profesional dan intelektual. Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur yang aktif memperjuangkan hak perempuan dan anak. Najwa Shihab, perempuan muda, seorang Jurnalis yang berfikir kritis, partisipatif, vokal menyuarakan isu sosial dan politik. Menggunakan media untuk menyuarakan keadilan, demokrasi, dan edukasi publik. Dan masih banyak lagi contoh Perempuan hebat di Indonesia yang berkarya dan berjuang sesuai dengan keahliannya. Di Pemilu 2024 (Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota) yang di helat Rabu 14 Februari menjadi momentum yang snagat penting bagi perempuan Indonesia untuk meneladani semangat R.A Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan dan hak perempuan untuk berpendidikan serta berpartisipasi dalam kehidupan publik. Semangat ini relevan dalam konteks demokrasi modern, di mana partisipasi aktif perempuan sangat dibutuhkan. Dalam konteks demokrasi modern Perempuan bisa menjadi penyelenggara pemilu KPU, Bawaslu atau DKPP. Perempuan juga bisa berperan sebagai kontestan politik. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa perempuan Indonesia semakin percaya diri dan aktif dalam mengambil peran kepemimpinan, membuktikan bahwa mereka bukan hanya "konco wingking" tetapi juga pemimpin yang kompeten yang bisa mengambil kebijakan. Dalam Pasal 28I Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa "setiap orang bersamaan kedudukannya di depan hukum dan dalam masyarakat, berhak atas perlindungan diri dan kekayaan, hak atas pekerjaan yang layak dan hak atas penghidupan yang baik bagi kemanusiaan”. Pasal tersebut mengandung makna bahwa setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di depan hukum dan dalam masyarakat. Dalam konteks afirmative action, hal ini dapat diartikan sebagai hak setiap orang untuk memperoleh perlakuan yang sama dalam hal akses dan kesempatan, termasuk di antaranya dalam hal akses dan kesempatan politik. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menetapkan bahwa partai politik wajib mencalonkan minimal 30% perempuan dalam daftar calon legislatif (caleg). Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong kesetaraan gender dan memperkuat representasi perempuan dalam lembaga legislatif. Dari data KPU RI yang direlease bahwa jumlah Caleg Perempuan bahwa dari total 10.323 bakal caleg DPR RI, sebanyak 3.896 atau sekitar 37,7% adalah Perempuan. Sedangkan Hasil Pemilu, dari 580 kursi DPR RI, hanya 128 kursi atau sekitar 22,1% yang berhasil diraih oleh Perempuan. Pada Pemilu Legislatif Kabupaten Demak ada 519 Daftar Calon Tetap (DCT) yang tersebar di 5 Dapil, 249 Desa, 14 Kecamatan dengan Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) 896.901 orang dengan rincian laki-laki 448.962 perempuan 447.939 dan 3.658 Tempat pemungutan suara (TPS). Dari jumlah DCT tersebut jumlah caleg laki- laki 308 dan perempuan 211. Ironisnya dari jumlah DCT Perempuan yang lebih dari 50 persen dan dari 50 Kursi DPRD ternyata hanya diwakili oleh 5 (lima) perempuan yang terpilih untuk periode 2024–2029 atau sekitar 10 persen dari kursi yang ada. Padahal dari jumlah DPT perempuan dan lelaki relatif berimbang. Pada pemilu 2024, walaupun dalam prakteknya, afirmative action dengan konteks emansipasi politik perempuan telah diimplementasikan melalui berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan, seperti kuota perempuan dalam pemilihan umum atau pemberian dukungan finansial dan teknis bagi perempuan yang ingin terlibat dalam politik nyata. Hal ini tentunya masih jauh dari kuota keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen yang diamanahkan dalam Undang-Undang untuk bisa mempengaruhi kebijakan publik. Fenomena semacam inilah yang menjadi hambatan dan tantangan bagi kaum perempuan di Kabupaten Demak untuk bisa memperjuangkan nasibnya sendiri. implementasi afirmative action dalam pemilu 2024 di Kabupaten Demak menunjukkan bahwa hanya 10 persen caleg perempuan yang melenggang di kursi DPRD, selebihnya didominasi kaum adam. Artinya, perjuangan perempuan di kancah politik masih menghadapi berbagai kendala dan tantangan, seperti keyakinan dan keberanian dalam bersaing, perlawanan dari kelompok konservatif, kebijakan yang belum memadai dan lain sebagainya. Disisi lain dalam Pemilihan Serentak 2024 yang berlangsung pada Rabu, 27 November 2024, KPU Kabupaten Demak menetapkan dua pasangan calon untuk berlaga, berkompetisi mendapatkan dukungan suara rakyat yaitu no 1 Edi Sayudi, S.T., M.H., dan Drs. H. Eko Pringgolaksito, M.Si., dan no 2 dr. Hj. Eisti’anah S.E., dan Muhammad Badruddin M.Pd. Adapun pasangan Eisti'anah dan Muhammad Badruddin (Gus Bad) berhasil meraih kemenangan yang ditetapkan pada 9 Januari 2025 dengan perolehan 353.209 suara atau sekitar 54,33% dari total suara sah mengalahkan rivalnya paslon no 1 dengan perolehan suara 296.948 suara​. Pada Pilkada 2024 di Jawa Tengah, tercatat sebanyak 20 perempuan berhasil memenangkan kontestasi politik di tingkat kabupaten/kota. 9 perempuan terpilih sebagai Bupati atau Wali kota, sementara 11 lainnya menjabat sebagai Wakil Bupati atau Wakil Wali Kota. Kemenangan para perempuan ini mencerminkan peningkatan partisipasi dan representasi perempuan dalam politik lokal di Jawa Tengah. Meskipun demikian, jumlah ini masih menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan dalam posisi kepala daerah belum mencapai proporsi yang seimbang, mengingat total jumlah kabupaten/kota di Jawa Tengah adalah 35. Kemenangan perempuan dalam Pilkada merupakan fakta penting yang menunjukkan kemajuan kesetaraan gender dan perubahan persepsi publik terhadap kepemimpinan Perempuan serta menunjukkan sistem demokrasi Indonesia mulai memberi ruang lebih luas bagi perempuan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan. Tantangan dan Harapan Meski kemajuan sudah dicapai, perjuangan belum selesai dan tantangan tetap ada. Perempuan masih menghadapi patriarki yang masih mengakar, keterbatasan akses di wilayah terpencil, stereotip yang membatasi peran Perempuan, diskriminasi, kekerasan, dan minimnya representasi di tingkat pengambilan keputusan. Namun dengan semangat Kartini yang diwariskan, serta keberanian ala Srikandi, harapan akan kesetaraan dan keadilan bisa terus dijaga. Dukungan terhadap keterlibatan perempuan di semua lini harus menjadi agenda bersama. Bukan hanya demi keadilan gender, tetapi juga demi kemajuan bangsa yang inklusif dan beradab. Demokrasi memberikan ruang bagi setiap warga negara, tanpa memandang jenis kelamin, untuk terlibat dalam pengambilan keputusan publik Oleh karena itu, demokrasi harus terus diperkuat dengan menjamin inklusivitas dan keberpihakan terhadap kelompok rentan, termasuk perempuan. Di luar politik formal, Kartini masa kini bisa bergerak, menyuarakan aspirasinya melalui berbagai platform media sosial, komunitas, dan organisasi masyarakat. Menyakinkan diri sendiri bahwa sebagai perempuan bukanlah keterbatasan, tapi kekuatan. Suara perempuan pantas untuk didengar, ide-ide perempuan layak untuk diperhitungkan, dan mimpi perempuan tidak kalah besar dibanding siapa pun. Dengan keyakinan diri dan kekuatan jejaring, perempuan tidak hanya bisa bermimpi, tapi juga bisa menciptakan perubahan. Maka, jangan ragu untuk memulai dari diri sendiri. Yakini dirimu, bangun koneksi, dan mari bergerak bersama. Selamat Hari Kartini. Bangga Jadi Perempuan Indonesia.  


Selengkapnya
527

PATRIARKI POLITIK KARTINI

oleh Siti Ulfaati, Anggota KPU Kabupaten Demak Sudah 119 tahun sejak R.A Kartini meninggal dunia dengan segala ide dan gagasannya. Dalam kurun waktu tersebut perjuangannya tentang emansipasi wanita telah berdiaspora di segala bidang. Hampir di setiap lini kita bisa melihat bahwa wanita mampu mempunyai konsep dan pemikiran berdikari sehingga menduduki jabatan-jabatan strategis. Di dalam pemerintahan tersendiri, sebanyak 6 menteri  dari total 34 menteri dijabat oleh perempuan, yaitu I Gusti Ayu Bintang darmawanti sebagai menteri PPPA, Ida Fauziyah menjabat Menaker, Retno Marsudi sebagai Menteri LN, Siti Nurbaya Bakar menjabat Menteri LH dan Kehutanan, Sri Mulyani sebagai Menkeu dan Tri Rismaharini menjabat Mensos. Sementara itu di bidang legistatif, yaitu DPR RI, dari 575 anggota yang dilantik, 117 orang diwakili oleh perempuan (20,5%). Walaupun belum mencapai jumlah ideal kuota keterwakilan perempuan sebanyak 30% yang diamanatkan dalam UU No 13 tahun 2003, tetapi jumlah tersebut meningkat 22% dari pemilu 2014 dimana 97 orang perempuan yang menduduki parlemen. Kentalnya budaya patriarki politik yang terjadi pada zaman RA. Kartini ternyata  masih menjadi penghambat hingga saat ini walaupun teknologi sudah berkembang pesat. Budaya patriarki selalu berpendapat bahwa perempuan adalah kaum lemah dalam percaturan politik. Mereka sulit memperoleh legitimasi mandiri untuk bisa menghimpun kekuatan. Ranah perempuan selalu diidentikkan dengan urusan domestik sehingga mereka sulit untuk menjalin relasi dengan pihak luar. Jikapun terjadi komunikasi eksternal, peran perempuan tak lebih dari Brand Ambasador untuk media perkenalan kelompok tersebut, sehingga perilaku dan pemikirannya sudah disetting untuk kepentingan kelompok tersebut. Untuk penentu pengambilan keputusan kaum laki-laki masih dominan. Kalau dulu perempuan disimbolkan sebagai kasur, dapur dan sumur maka saat ini mengalami perluasan makna menjadi biologis dan historis. Di dalam diri wanita yang berdikari pasti masyarakat akan menganggap kesuksesan tersebut ada embel-embel berasal dari laki-laki yang mempunyai pengaruh besar, makna peyoratif seringkali menjadi melekat pada perjuangan perempuan tersebut. Megawati Soekarnoputri adalah contoh nyata patriarki politik masih terjadi secara nyata di Indonesia. Perempuan kelahiran 23 Januari 1947 tersebut mempunyai berbagai pengalaman menjadi Presiden Indonesia ke 5 pada tahun 2001-2004, kemudian wakil presiden Indonesia ke 8 pada tahun 1999-2001 dan saat ini menjabat ketua umum partai terbesar di negeri ini, yaitu PDIP sejak tahun 1999. Sungguh bagaimanapun Megawati berjuang sekuat tenaga untuk bisa mencapai posisi tersebut, tetapi masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa tanpa embel-embel Soekarno sebagai founding father, Megawati tidak bisa mencapai berbagai posisi tersebut. Hal ini tentunya menjadi pakem subyektif di masyarakat yang akan menghambat karier perempuan di Indonesia dan tentu saja menjadi semacam stigma negatif bagi Megawati itu sendiri. Hal ini dikarenakan secara biologis, megawati adalah putri pasangan Soekarno dengan Fatmawati merupakan suatu kebetulan karena dia tidak bisa memilih dari rahim mana dia dilahirkan, selain itu politik merupakan pilihan rasional Megawati. Konsistensinya sudah sangat teruji ketika memimpin PDIP selama 24 tahun. Tentunya hal tersebut bukan perkara yang mudah, apalagi ketika orde baru dimana PDI yang dipimpinnya dianggap ‘musuh’ oleh pemerintahan Soeharto selalu berusaha dihilangkan. Puncaknya ketika tanggal 27 Juli 1996 dimana masa yang dipimpin oleh Soerjadi menyerbu sekretariat PDI di jalan diponegoro yang mengakibatkan 5 orang tewas, 149 luka-luka dan 23 orang dinyatakan hilang. Waktu itu keberanian Megawati untuk memimpin PDI walaupun  digempur berbagai pihak merupakan bukti nyata perjuangan perempuan di bidang politik, bukan karena keturunan dari Soekarno Dalam diskursus perjuangan RA. Kartini, dirinya masih menerapkan komunikasi sederhana dengan mengajarkan membaca dan menulis kepada wanita pribumi dengan harapan kelak di kemudian hari mereka bisa mempunyai pemikiran tersendiri, tetapi seiring dengan perkembangan zaman yang semakin komplek dimana berbagai tantangan dan hambatan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin rumit, tentunya budaya-budaya primitif seperti patriarki yang membelenggu kaum perempuan bisa dikikis karena akan menghambat kemajuan bangsa untuk bisa bersaing dengan negara lain. Dalam konsep liberalisme yang saat ini dianut oleh sebagian besar negara-negara di dunia, peradaban sebuah bangsa ditentukan oleh pemikiran-pemikiran yang terhimpun dalam pasar bebas tanpa memandang ciri-ciri fisik. Hal itulah yang seharusnya bisa menjadi contoh nyata untuk dijadikan sebagai poros perjuangan bangsa. Bahkan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia sudah mengatur tentang persamaan hak asasi manusia dalam sila ke 2 yaitu ‘kemanusiaan yang adil dan beradab’ khususnya pengamalan nomor 2 sila ke 2 yaitu ‘mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya’ Jangan sampai di masa depan, perempuan-perempuan muda kita hanya mengenal emansipasi RA. Kartini hanya sebatas  mata pelajaran sejarah yang wajib dibaca pada saat sekolah dan tanggal 21 April sebagai hari kartini diperingati dengan memakai kebaya semata, karena ketika mereka memasuki usia dewasa dihadapkan dengan budaya patriarki yang masih sangat kental, kita semua harus memaknai bahwa perjuangan RA. Kartini harus mengikuti perkembangan zaman, semakin maju zaman berkembang, semakin banyak pula tantangan yang harus dihadapi kaum perempuan. Saat ini sudah saatnya perempuan diberi ruang tersendiri untuk menentukan nasibnya di bidang politik. Selamat hari Kartini


Selengkapnya