Emansipasi di Era Digital: Katalisasi Kodrat Perempuan Untuk Kedaulatan Bangsa
Siti Ulfaati, M.S.I Ketua KPU Kabupaten Demak Seiring dengan berkembangnya zaman, manusia telah memasuki era digital dimana penyampaian informasi bisa terjadi dalam hitungan detik tanpa memperhitungkan jarak dan waktu. Hal ini tentunya sangat membantu kehidupan manusia dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari yang semakin kompleks, khususnya bagi kaum perempuan yang seringkali dianggap sebagai warganegara kelas dua dibawah laki-laki. Ketika menelisik kembali masa lampau pada tahun 1903, kita bisa membayangkan sendiri bagaimana perjuangan R.A Kartini untuk bisa menyampaikan informasi kepada kaum perempuan sangatlah berat. Berangkat dari keprihatinannya dari nasib perempuan yang seringkali hanya menjadi pelengkap di rumah tangga tanpa bisa mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan, Kartini bersusah payah untuk mendirikan sekolah di rumahnya, kemudian mencoba mengumpulkan kaum perempuan di wilayahnya untuk mendapat pendidikan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung. Untuk bisa melakukan hal tersebut tentunya berulangkali dia harus meyakinkan kaum lelaki agar mengijinkan istri dan anaknya untuk bisa sekolah. Dengan berkembangnya teknologi, sekarang sistem pendidikan sudah tersebar hingga sampai ke pelosok desa, kaum perempuan sudah tidak dibatasi lagi untuk bisa mengenyam pendidikan. Atas nama emansipasi, perempuan bisa menentukan masa depannya sendiri di berbagai bidang. Negara pun sudah menjamin kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memperoleh penghidupan yang layak dan berserikat sesuai dengan keinginannya, dengan memanfaatkan kemajuan era digital, penyampaian informasi tentang emansipasi menyebar tak terbendung ke semua lapisan masyarakat. Di era digital ini, peran perempuan memang tidak bisa dianggap remeh karena mempunyai karakteristik yang unik dibanding dengan lelaki, study yang dilakukan oleh Universitas California pada tahun 2022 dengan judul “Gender Differences in Cognitive Load and Digital Task Switching” menjelaskan bahwa perempuan lebih bisa melakukan kerja hybrid dengan metode multitasking untuk melakukan berbagai macam pekerjaan dalam waktu yang bersamaan, sehingga hal tersebut bisa menghemat waktu, tenaga serta biaya. Begitu juga dalam menjalankan kepemimpinan, perempuan dianggap bisa lebih berkolaborasi dan berkomunikasi secara efektif dengan rekan kerja maupun bawahannya daripada laki-laki yang cenderung menampilkan sifat kompetitif dan hierarkis, sehingga perempuan bisa menjadi jembatan dalam membangun konsensus dan menyatukan perspektif (McKinsey & Company, 2022, Women in Leadership: Inclusive Styles and Digital Impact). Hal ini menjadi pengejawantahan dalam budaya modern dimana permasalahan yang timbul akan semakin banyak dan kompleks sehingga dibutuhkan solusi yang cepat dan tepat tanpa menimbulkan perpecahan yang berlarut-larut. Kesadaran akan nasib kaumnya menjadi ikatan yang kuat bagi kaum perempuan, ikatan emosional akan lebih cepat terbangun jika membicarakan tentang emansipasi di era digital. Studi dari Pew Research Center tahun 2023 dengan judul Social Media Use by Gender menjabarkan, dalam membangun komunikasi, perempuan lebih banyak membangun koneksi dengan ikatan emosional dan dukungan sosial daripada laki-laki yang memakai pendekatan informatif atau professional. Hal ini menyebabkan kesadaran nasib akan menjadi lebih kuat jika menyangkut tentang emansipasi walaupun informasi yang didapatkan belum tentu benar. Pertanyaannya sekarang adalah, dengan semakin majunya era digital yang tanpa batas, sampai sejauh mana kaum perempuan bisa mengelaborasikan hal tersebut dengan perjuangan emansipasi yang telah dirintis oleh R.A Kartini? Katalisasi Kodrat Perempuan Jawabannya adalah, karena perempuan mempunyai sifat dan karakteristik yang khusus, mereka akan terus bisa memperjuangkan gerakan emansipasi sampai kapanpun dengan memanfaatkan era digitalisasi, tetapi yang harus menjadi pedoman bahwa digitalisasi juga mempunyai ‘sisi gelap’ yang harus diwaspadai, jangan sampai apa yang telah dicita-citakan R.A Kartini untuk membawa kaumnya terlepas dari belenggu sistem patrilineal malah membawa perempuan ke sistem belenggu baru bernama digitalisasi. Seperti yang sudah diutarakan diatas bahwa dengan berkembangnya era digitalisasi, penyampaian informasi hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk sampai kepada penerima, jika perempuan memainkan perannya tanpa landasan yang kuat, mereka akan berubah fungsi dari subyek digitalisasi menjadi obyek digitalisasi. Atas nama perkembangan digitalisasi, perempuan menjadi sumber yang bisa dieksploitasi, contohnya bisa lihat di banyaknya jejaring sosial dimana perempuan terbuai oleh sistem digitalisasi. Dalih kebebasan berekspresi ternyata malah membuat mereka tereksploitasi secara fisik dan pemikiran sehingga acapkali melanggar norma dan etika Karena itulah, agar gerakan emansipasi tidak melenceng seperti yang dicita-citakan R.A Kartini, perempuan jangan sampai melupakan kodratnya. Dengan titik tekan bahwa perkembangan zaman tidak menghilangkan kodrat tersebut, tetapi mengkatalisasi agar bisa berjalanan beriringan dengan era digital. Kodrat sebagai fitrah alamiah yang melekat kepada perempuan semenjak lahir juga merupakan bagian dari penjaga harkat martabat gerakan feminisme yang sangat dibutuhkan bangsa dan negara untuk menjadi maju, untuk menciptakan generasi mendatang yang tangguh diperlukan peran perempuan untuk menjadi seorang ibu yang penuh kasih sayang, mendidik anak-anak yang telah dilahirkan agar menjadi sosok pribadi yang berbudi pekerti dan bertanggungjawab. Katalisasi kodrat disini adalah bagaimana mengajari anak mereka agar bisa memanfaatkan perkembangan digital untuk keajuan bangsa dan negara, lewat peran seorang ibu, ilmu pengetahuan akan terus diwariskan kepada generasi mendatang, karena itulah peran seorang perempuan tidak hanya lagi terbatas pada urusan rumah tangga, tetapi sudah berkembang pesat melampaui zamannya. Peran perempuan sebagai ibu dan istri yang hanya dijadikan bahan eksploitasi pada zaman R.A Kartini sudah mengalami perluasan karena mereka juga mendidik generasi yang beradab, generasi yang melek era digital dengan segala macam problematikanya. Hal inilah yang membuat mereka dimuliakan agar bisa mendapatkan argumentasi ketika menyampaikan pemikirannya kepada orang lain, sehingga. Gerakan feminisme menjadi lebih komprehensif ketika tidak hanya disampaikan lewat kata-kata semata, tetapi lewat pembuktian kepada keluarganya. Husein Muhammad dalam Islam Agama Ramah Perempuan tahun 2005 mengatakan bahwa kodrat bukan membatasi aktivitas perempuan, tetapi lebih kepada penghargaan kepada mereka untuk terus memperjuangkan nasibnya, karena itulah perempuan juga harus mencari ilmu untuk mewujudkan kemandirian agar bisa berkontribusi kepada masyarakat. Kodrat sebagai sifat alamiah akan selalu menjadi pedoman kaum perempuan jika mereka tidak ingin terjebak dalam ‘sisi gelap’ digitalisme. Perjuangan R.A Kartini dalam mendidik kaumnya dengan cara sederhana dengan segala keterbatasan harus bisa lebih dikembangkan oleh kaum perempuan dengan memanfaatkan sebaik mungkin era digitalisasi tanpa harus melupakan kodratnya jika ingin mewujudkan kedaulatan bangsa dan negara. Akhirnya selamat hari Kartini, Maju terus perempuan-perempuan Indonesia. Bangga dan percayalah pada diri kalian sendiri dengan berbagai sifat dan karakteristik yang muncul semenjak lahir. Karena sesungguhnya nasib generasi mendatang berada dalam belaian kasih sayang yang muncul dari kodrat kalian.
Selengkapnya