Pemilu dan Hukum: Pilar Demokrasi yang Tak Terpisahkan

Nuke Wijayanti Kusumo, SH, MH

Ksb Hukum & SDM/ Plt. Ksb SDM & Partisipasi Hubungan Masyarakat

 

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana kedaulatan rakyat yang menjadi wujud nyata demokrasi di Indonesia. Setiap tahapan dan proses pemilu dilaksanakan berdasarkan aturan hukum yang telah ditetapkan. Tanpa dasar hukum yang kuat, penyelenggaraan pemilu akan kehilangan legitimasi dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian dalam kehidupan demokrasi.

Keterkaitan antara pemilu dan hukum tercermin dalam berbagai regulasi yang mengatur seluruh prosesnya. Konstitusi melalui Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Ketentuan ini diperjelas melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mengatur secara komprehensif mulai dari tahapan penyelenggaraan, hak dan kewajiban peserta, hingga penyelesaian sengketa hasil pemilu.

Dalam praktiknya, hukum berfungsi tidak hanya sebagai pedoman teknis, tetapi juga sebagai instrumen pengawasan dan penegakan keadilan. Melalui lembaga seperti Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK), hukum menjamin setiap pelanggaran atau perselisihan dapat diselesaikan sesuai prosedur yang adil dan transparan. Hal ini menunjukkan bahwa hukum merupakan pengawal integritas demokrasi, memastikan setiap suara rakyat terlindungi secara sah.

Korelasi yang kuat antara pemilu dan hukum menegaskan bahwa keberhasilan demokrasi tidak hanya bergantung pada partisipasi rakyat, tetapi juga pada kepatuhan terhadap aturan yang berlaku. Dengan menjadikan hukum sebagai fondasi utama, penyelenggaraan pemilu akan berjalan tertib, berintegritas, dan mampu melahirkan kepemimpinan yang legitimate demi mewujudkan cita-cita bangsa yang demokratis dan berkeadilan.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 137 Kali.